Manusia Pejuang




MANUSIA PEJUANG
  “Dunia adalah panggung sandiwara. Pria dan wanita hanya pemain belaka, mereka naik panggung, turun panggung. Setiap orang dalam hidupnya memainkan berbagai peran”, demikian ungkapan seorang novelis termasyhur dunia, William Shakespeare. Ia melihat peran manusia layaknya seorang aktris atau aktor dalam sebuah sandiwara. Peran itu ada dalam kehidupan manusia. Manusia dihadapakan dengan pelbagai peran dan pilihan yang harus dilakoni. Hidup ini selalu saja ada pilihan. Selalu saja ada lakon-lakon yang harus dijalani.
 Khalil Gibran seorang penyair terkenal dalam pencariannya akan hidup, melihat hidup manusia tidak hanya sebatas pada panggung sandiwara, tetapi lebih dari itu hidup manusia adalah sebuah medan pertempuran. Kita adalah pejuang yang bertempur di arena kehidupan. Kita adalah pejuang yang bebas, tetapi terikat. Kita bebas bertindak menurut hati nurani dan mengupayakan segala sesuatu yang mendukung kehidupan kita, tetapi sekaligus terikat dengan peran kita. Kita hanyalah seorang pejuang, di atas kita masih ada pemimpin. Ia katakan, “Kita semua pejuang di medan perang kehidupan; hanya saja ada yang memimpin sedangkan yang lain mengikuti”.
Di atas panggung sandiwara dan medan perang kehidupan, kesetiaan menjadi dasar untuk segalanya. Tanpa kesetiaan, peran sebagai seorang aktris, aktor atau pun pejuang tak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Buku novel sekaligus film Love Story mungkin hanyalah sebuah buku dan film yang cukup kuno. Meskipun kuno, buku sekaligus film keluaran tahun 1984 pernah menjadi best seller di Amerika Serikat. Erich Segal, sang penulis novel tidak pernah berpikir bukunya bisa menjadi best seller, difilmkan dan diputar di pelbagai bioskop baik di Amerika maupun di Eropa. Ia hanya mengangkat secuil kisah nyata, kisah cinta pasangan muda yang diperankan Oliver dan Jennifer. Keduanya memiliki kesamaan cita-cita, pandangan hidup dan hati yang saling memahami. Kesetiaan cinta yang diangkat sang novelis sekurang-kurangnya menyadarkan manusia akan eksistensinya sebagai manusia pencinta.
Seringkali manusia berada dalam kepesimisan, ketakutan, keraguan dan kebimbangan yang ia ciptakan sendiri. Manusia kerap terbuai dengan alasan-alasan untuk tak mau melangkah, tak mau menatap hidup. Terkadang hidup ini membosankan, tidak seindah yang diinginkan. Hidup dianggap hanyalah rangkaian rutinitas. Tanpa disadari ada banyak hal yang dapat memperkaya hidup kita. Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hidup. Akankah kita menyia-nyiakan dengan terpaku pada rutinitas? Apakah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang kita inginkan? Inginkah kita menyadari keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu saja tidak, sebab itu marilah kita mulai meluangkan waktu untuk memandang hidup kita dan mencoba menemukan nilai-nilai yang ada dari kehidupan itu. Karena hidup adalah pilihan, maka hadapilah itu dengan gagah. Jadilah manusia pejuang, pejuang dalam segala hal. Setialah dengan apa yang telah kita pilih dan perankan. Loyality is the holiest good in the human heart (kesetiaan adalah arti yang paling suci dalam hati manusia).

Komentar

  1. Iya nu, manusia sesungguhnya hanyalah tokoh dalam sandiwara kehidupan ini yang entah suka atau tidak suka mesti siap sedia untuk melakoni skenario sandiwara apa pun karakter yang mesti ia perjuangkan.
    Salam, bagus ulasannya ewm nu Bela..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen

Tak sampai

Bagaikan Papan Gantung